Thursday, July 7, 2011


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan segala nikmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan Praktekum BK Pribadi Sosial.
Dalam penyusunan laporan ini merupakan laporan akhir dari kegiatan Praktek yang dilakukan di SMP Negeri 8 Pemalang yang dilaksanakan pada hari Sabtu tamggal 28 Mei 2011 guna melengkapi tugas akhir semester IV progdi Bimbingan Konseling (BK) Universitas Pancasakti Tegal.
Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan dan dalam penyusunan laporan, diantaranya :
1.      Orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan dukungannya,
2.      Bapak Drs. Gunawan W.Kons selaku Dosen pengampu mata kuliah Praktikum BK Pribadi Sosial,
3.      Kepala Sekolah dan Guru beserta Karyawan SMP Negeri 8 Pemalang yang telah meluangkan waktunya,
4.      Teman – teman kelompok Praktikum BK Pribadi Sosial
5.      Teman – teman Kelas E dan F selaku pemberi motivasi 
Mudah –mudahan Allah SWT membalas kebaikan Bapak/Ibu dan Teman – teman sekalian yang telah membantu memberikan do’a dan motivasinya pada penyusun.
            Sebagai seorang manusia, penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki olehkarena itu peyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga menjadi lebih baik. dan semoga dalam penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan teman – teman satu bidang studi.
                                                                                 Tegal,   Mei  2011
                                                                    
        
                                                                                 Zamroni Bayu S                                 
SATUAN LAYANAN
LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A.    Topik Pembahasan      :    Sehat dalam mencapai prestasi
B.     Bidang Bimbingan      :    Bimbingan Klasikal
C.     Jenis Layanan              :    Sosial
D.    Fungsi Layanan           :    Penalaran
E.     Tujuan                         :   Pemberian layanan informasi secara klasikal kepada
Siswa untuk dapat berkonsentrasi dalam menyelesaikan sesuatu dengan tidak mudah putus asa.  
F.      Sasaran                        :   Siswa SMP Negeri 8 Pemalang
G.    Uraian Kegiatan ;
Kegiatan Guru Pembimbing
Kegiatan Siswa
Tahap Pembentukan
1.      Dimana perkenalan dari guru pembimbing.
2.      Menyampaikan pengertian dan tujuan diadakannya layanan.
3.      Penyampaikan materi.
4.      Pemberian permainan dalam hal ini permainan 9 kotak berjumlah 15.

1.      Siswa mendengarkan dan menanyakan hobi dari guru pembimbing.
2.      Siswa mengikuti arahan yang diberikan oleh guru pembimbing.
Tahap Peralihan
1.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan permainan dan memberikan kesempatan untuk menanyakan hal yang belum jelas.
2.      Memberikan sebuah penghargaan kepada siswa yang dapat menyelesaikan permainan dipapantulis.
1.      Adanya peran aktif dari siswa untuk menyelesaikan permainan dengan silih berganti siswa satu dengan yang lain.
2.      Setelah adanya hadiah para siswa silih bergantian maju menyelesaikan permainan tersebut.

1.      Menanyakan pendapat tentang kegiatan yang telah dilakukan kepada siswa.
1.      Siswa memberikan pendapatnya tentang kegiatan yang telah dilakukan pada kelas tersebut.
1.      Menyimpulkan dari layanan yang telah dilakukan oleh siswa.
2.      Mengakhiri kegiatan dengan salam.
1.      Siswa mendengarkan dengan seksama kesimpulan dari pembimbing.
2.      Semua siswa pun menutup kegiatan dengan menjawab salam.

 
H.    Tempat penelenggaraan          :  SMP Negeri 8 Pemalang
I.       Hari, Tanggal Pelaksanaan      :   Juni 2011
J.       Waktu                                                 :   1 x 35 menit
K.    Pelaksana                                :   Mahasiswa
L.     Pihak yang disertakan             :   siswa – siswi
M.    Alat dan perlengkapan           :   Materi dan Sepidol/ pengharus
N.    Rencana Tindak Lanjut           :   Konseling Individu
O.    Catatan Khusus                       :   ---

Tegal,    Juni 2011
Dosen Praktikum BK Pribadi Sosial                                       Pelaksana Layanan
           

         Drs. Gunawan W, Kons                                                 Zamroni Bayu S
MATERI
Tubuh sehat merupakan factor konsentrasi yang sangat penting dimana dengan kita sehat maka kita akan bisa berangkat kesekolah tanpa ada hambatan apapun sehingga dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dimana sehat diperoleh dengan melakukan pola hidup sehat pada kegiatan sehari – hari seperti :
a.       Mandi sehari 3 kali
b.      Makan makanan yang bergizi
c.       Perbanyak minum air putih
d.      Berolahraga
e.       Memakai pakaian yang rapi dan bersih
f.       Tidak menunda – nunda pekerjaan
g.      Membantu orang tua.dan mejaga kebersihan lingkungan rumah.
Permainan;
Dimana permainan yang mengasah konsentrasi siswa dalam menyelesaikannya permainanya yaitu mengisi kotak dengan jumlah yang sama dengan menggunakan angka 1 sampai dengan angka 9 dan tidak boleh ada angka yang sama atau kembar.
Soal permainan :
?
?
?
?
?
?
?
?
?
   = 15 semua
  
Jawaban permainan :
2
7
6
9
5
1
4
3
8
   = 15 semua
  

KESIMPULAN
Bahwa jangan mudah bilang kalau kita tidak bisa ,Jika kita mau berusaha terus dan terus maka akan kita temukan jalan yang tepat dari penyelesaian permainan ini sehingga kita dapat menyelesaikanya yaitu dengan berkonsentrasi dan focus terhadap apa yang kita hadapi.
PENUTUP
            Demikian laporan ini dibuat semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan kelompok yang melaksanakan praktek di SMP Negeri 8 Pemalang dimana berkat mereka penulis dapat melaksanakan dengan  baik dan lancer tanpa ada hambatan apapun, sehingga dapat tersusun laporan ini. Terlaksanakannya praktek BK Pribadi Sosial ini menajdikan penulis mengetahui dan mengerti bagaimana peran serta seorang pembimbing ketika berada di luar kampus yaitu disekolah serta penulis dapat menarik pengalaman yang berharga dari terlaksananya layanan ini. Terimakasih semoga bermanfaat 

Friday, June 24, 2011

46] Trauma Anak Pasca Bencana PDF Print E-mail
Wednesday, 19 January 2011 14:32
Diasuh oleh:
Dra (Psi) Zulia Ilmawati
Assalamu'alakum Wr. Wb
Ibu Pengasuh Rubrik Konsultasi Keluarga yang saya hormati. Begitu banyak bencana yang melanda negeri ini beberapa hari terakhir. Bukan hanya orang dewasa yang menjadi korban, tetapi juga anak-anak. Apakah bencana-bencana tersebut dapat menimbulkan trauma yang mendalam pada anak-anak, sehingga menghambat perkembangan mereka? Gejala-gejala seperti apa yang muncul jika anak mengalami trauma, dan bagaimana mengatasinya. Syukron atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Mila
Bandung 

Wa'alaikumsalam Wr.Wb

Mila yang baik,
Trauma merupakan suatu kejadian yang sangat membekas dan amat mendalam pada diri anak karena anak pernah menyaksikan, mengalami, dan merasakan langsung kejadian yang secara aktual mengerikan, menakutkan atau bahkan mengancam jiwanya. Seperti peristiwa kecelakaan, bencana alam, kebakaran, kematian seseorang, kekerasan fisik maupun seksual, pertengkaran hebat orangtua, perceraian, dan sebagainya. Bagi anak-anak, kejadian seperti ini biasanya akan membekas dalam ingatannya dan tak mudah untuk dilupakan. Bencana alam yang melanda sebagian tempat akhir-akhir ini, seperti banjir di Wasior, tsunami di Mentawai  atau meletusnya gunung Merapi merupakan kejadian yang datangnya tiba-tiba dan membuat perubahan secara mendadak dalam kehidupan anak-anak sehari-hari. Kehidupan yang biasanya tenang, tempat tinggal yang nyaman, tiba-tiba harus berpindah dan tinggal di bawah tenda atau tempat pengungsian. Tidak hanya itu, kehilangan sesuatu yang sangat bernilai, seperti orang-orang yang  dicintai, hubungan sosial dan komunitas secara tiba-tiba bisa jadi akan menimbulkan stres dan trauma. 

Mila yang baik,
Bentuk-bentuk dari trauma psikologis ini bervariasi, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Yang ringan di antaranya adalah kecemasan dan yang paling berat adalah post-traumatic stress disorder (PTSD). Yang manifestasinya bisa berbentuk halusinasi dan depresi berat serta gangguan fisik antara lain pada pendengaran dan mata. Dalam  bencana apapun, anak-anak adalah kelompok usia yang rentan akan dampak trauma psikologis. Dalam jangka panjang, jika tidak ditangani dengan baik akan bisa berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya. Masalah ini akan semakin berat ketika anak-anak ini harus kehilangan orang tua atau sosok yang dekat dengan mereka selama ini. 

Mila yang baik,
Berdasarkan riset yang pernah dilakukan, ditemukan bahwa kebanyakan trauma psikologis akan muncul setelah 2-3 minggu setelah bencana. Mengatasi trauma pasca bencana pada anak dapat dilakukan dengan mengajak mereka bermain dengan permainan yang dapat mengekpresikan perasaannya. Atau kegiatan lain yang bersifat fun (menyenangkan) seperti menggambar dan aneka permainan yang disenangi anak-anak. Kegiatan seperti ini, diharapkan akan dapat  memberikan terapi pada anak, meledakkan emosinya yang dibalut dengan aneka permainan sehingga berkurang kecemasan dan traumanya. Aneka permainan ini kelihatannya memang sederhana, namun akan memberikan manfaat yang luar biasa karena anak akan kembali bergembira, ceria  sehingga diharapkan akan mampu melupakan pengalaman traumatiknya. Selain itu, orang tua juga harus tetap  terus memberikan dukungan. Seperti misalnya dengan membuat anak selalu merasa nyaman dan tenang, bantulah mereka untuk bisa bersikap sabar atas situasi yang sedang mereka alami. Jangan panik, karena akan membuat anak semakin panik dan merasa takut. Besarkan hati anak supaya kuat menghadapi cobaan. Yakinkan mereka bahwa mereka tidak sendiri dan cobaan itu akan dihadapi bersama-sama.

Mila yang baik,
Selain berbagai permainan dan dukungan dari orang tua, berikan pula latihan, atau bimbingan praktis dan sederhana kepada anak-anak ketika menghadapi bencana. Dan yang tak kalah penting tentunya mempersiapkan mereka secara psikologis dengan memberikan pemahaman yang berkaitan dengan musibah dan ujian yang datangnya bisa kapan saja. Sampaikan juga pemahaman pada anak tentang bagaimanan seharusnya seorang muslim menyikapi sebuah bencana. Kajian tentang dua ayat  dalam surat Al-Baqarah bisa diberikan. Ayat 155 dan 156 yang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap dan berucap ketika cobaan atau musibah itu datang. “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. Sesungguhnya semua ini berasal dari Allah dan sesungguhnya kepada-Nya akan kembali



2
Letusan Merapi Selasa 26 Oktober yang memuntahkan debu vulkanik dan awan panas masih menyisakan derita bagi pengungsi yang ditempatkan di 7 desa Kabupaten Sleman. Orang dewasa dan anak-anak hidup berbaur. Makan, tidur dan beraktifitas sebatas di tempat pengungsian yang kebersihannya tidak memadai lagi. Anak-anak mulai menderita batuk-pilek, demam dan diare. Ditambah status Merapi yang masih labil, anak-anak ini tidak tahu kapan bisa kembali ke tempat tinggalnya.
“Saya ingin ketemu teman-teman dan bermain dengan mereka,” kata Lia, 6 tahun, salah satu anak yang tinggal di pusat pengungsian di desa Galagaharjo, Sleman. Dia nampak lemah dengan wajah tertunduk lesu. Menurut Sukiyem sang ibu yang mendampingi Lia, sejak pagi hari anaknya menderita sakit. “Putri saya demam. Malah anak-anak lain di tempat ini sudah lebih dahulu batuk-pilek, demam dan diare,” tambah Sukiyem menjelaskan kondisi anak-anak di tempat pengungsian, yang di malam hari tidur dengan alas tidur tipis dan selimut seadanya.
Cuaca mendung dan hujan di tempat pengungsian yang jauh dari bersih membuat anak-anak dan orangtuanya mudah terkena penyakit. Melihat kondisi menyedihkan itu, World Vision Indonesia, lembaga kemanusiaan yang peduli anak, setelah selesai membagikan 15.000 masker, hari ini mulai mendistribusikan 1.000 paket keluarga, terdiri dari 2 tikar plastik, 2 sarung, 2 selimut dewasa, 2 sikat dan pasta gigi, 2 sabun, 2 pak tisu dan 2 pembalut wanita; dan 1.000 paket anak, terdiri dari 2 selimut anak, 2 sikat dan pasta gigi, 2 sabun mandi serta 2 minyak telon.
“Kami berharap, paket bantuan ini dapat menolong anak-anak dan orangtua agar bisa hidup lebih nyaman dan bersih di tempat pengungsian,” jelas Fadli Usman, Team Leader Merapi Emergency Respons saat memulai proses pendistribusian. Menurut Fadli, dalam kondisi darurat seperti ini, anak-anak harus diberikan perhatian lebih.
“Hak-hak hidup mereka harus dipenuhi. Oleh sebab itu, dalam penanganan paska bencana dengan kondisi tempat pengungsian sangat terbatas, World Vision sangat memprioritaskan bantuan kepada anak-anak, agar mereka bisa bertahan hidup,” tambah Fadli. Untuk memberi kenyamanan saat tidur malam, selain paket keluarga dan paket anak, World Vision Indonesia juga telah menyiapkan 1.000 matras untuk dibagikan.
*) Dipersembahkan oleh World Vision Indonesia


3.Ada seorang anak yang dioperasi pengangkatan tumor ketika teknik pembiusan belum ditemukan. Terbayang bagaimana sakitnya? Anak itu tidak mengalami kesakitan karena didongengi sebuah kisah yang memikat. Anak itu bernama Jacob Grimm, pengarang cerita Putri Salju.
Anak adalah pihak yang terkena dampak berganda dari sebuah bencana sebagaimana bencana Merapi.
  1. Anak beresiko mengalami stress ketika mengalami pengalaman bencana
  2. Anak cenderung tertekan karena perubahan rutinitas kehidupan
  3. Anak terkena dampak fluktuasi emosi orang tua akibat bencana
  4. Anak tinggal lebih lama di kamp pengungsian dibandingkan orang dewasa
Anak mengalami tekanan pada saat, selama dan setelah pengungsian.
Pada awal bencana, tanggap darurat adalah aksi utama yang perlu menjadi perhatian. Tetapi setelah itu, perlu ada upaya penanganan dan pemulihan pada anak agar menjadi resilience dan bahkan lebih berdaya pasca bencana nantinya. Salah satu solusinya melalui
Terapi cerita pada anak oleh relawan pendamping korban bencana
Sasaran Program:
  • Ada proses terapi cerita yang dilakukan pada anak-anak korban bencana
  • Anak-anak korban bencana merapi dapat melepaskan pengalaman dan emosi negatif setelah mengikuti terapi cerita
  • Anak-anak korban bencana lebih optimis dan kreatif menjalani kehidupan pasca bencana
Kekuatan Cerita:
  1. Interaktif : Mendidik anak aktif
  2. Atraktif : Memudahkan anak fokus
  3. Katarsis : Mencurahkan emosi negatif dengan cara positif
  4. Optimisme : Membangun semangat
  5. Imajinatif : Memicu anak berimajinasi
  6. Kreatif : Melahirkan solusi kreatif
Keunggulan Terapi Cerita
  1. Mudah dipelajari dan dilakukan
  2. Peralatan terapi cerita minimal
  3. Dapat dilakukan dalam waktu singkat
  4. Mudah disebarkan kepada orang tua atau pejuang muda lainnya
  5. Variasinya bisa dikembangkan
Bentuk Program Indonesia Bercerita:
  • Pelatihan Terapi Cerita pada Relawan
  • Pembekalan Relawan dengan Peralatan Terapi Cerita
  • Monitoring dan Mentoring Relawan Pencerita
Deskripsi
  • Setiap pelatihan akan diikuti oleh 25 – 30 orang relawan.
  • Peralatan terapi cerita berupa CD berisi cerita dari Indonesia Bercerita dan Lembar Bercerita
  • Monitoring dan mentoring dilakukan bila ada dukungan yang memadai

Kebutuhan Program
  1. Panitia Pelaksana
  2. Trainer
  3. Mentor
  4. Peralatan Terapi Cerita
  5. Tempat dan Konsumsi
  6. Transportasi dan Akomodasi
Penggalangan Dana
  1. Sponsor
  2. Donatur personal
  3. Pembiayaan dari lembaga yang membutuhkan pengayaan kemampuan para relawannya
Siapa yang bisa membuat keadaan anak Korban Bencana Merapi jadi lebih baik?
Kita semua. Setiap dari kita, BISA!
Mudah dan Praktis
Cukup transfer Rp. 100.000 ribu ke Rekening Indonesia Bercerita
an Budi Setiawan Muhamad
BCA : 152 041 94 93
Bank Mandiri: 141 00 07 48 99 66
Anda akan mendapatkan sebuah Pin Eksklusif Indonesia Bercerita untuk Merapi.
Laporan kegiatan dan keuangan akan kami tampilkan sementara di blog ini. Sampai menanti selesainya pengembangan web Indonesia Bercerita.
Informasi: bukikpsi@gmail.com
Apa itu Indonesia Bercerita?
Indonesia Bercerita
Indonesia Bercerita memanggil
Free Ebook IndonesiaBercerita

Catatan:
Program ini telah selesai dilaksanakan. Catatan perjalanan program ini bisa di baca di Indonesia Bercerita dari Merapi


4,

(Bhs Indonesia) Penghidupan Tiga Kasta Berbeda di Masa Bencana

Posted on May 16, 2011 by Budi Setiadi
Kabut tipis masih menyelimuti desa, di pagi yang terasa dingin menusuk tulang. Sesekali masih terdengar suara ayam berkokok dan burung bernyanyi riang. Anak-anak berjalan kaki ke sekolah dengan senang, meski melewati jalan desa yang banyak berlubang. Ibu-ibu memasak di rumah sambil berdendang, sementara bapak-bapak menikmati segelas teh panas sebelum pergi ke sawah atau ladang.
Begitulah sepenggal kisah kehidupan pagi hari di sebuah desa di lereng sebelah barat Gunung Merapi. Desa keningar merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Desa ini bisa di jangkau dengan melewati jalan menanjak yang rusak sejauh 7 kilo meter dari Pasar Talun, atau 12 Kilo Meter sebelah timur Kota Mungkid.
Menurut penuturan Mbah Ali, salah seorang sesepuh Desa Keningar, pada periode sebelum tahun 1960-an, desa ini terdiri dari 5 Dusun, yaitu Dusun Keningar, Banaran, Bantheng, Terus dan Sisir. Namun, akibat letusan Gunung Merapi sekitar tahun 1963, Dusun Sisir dan Terus serta sebagian Dusun Keningar kemudian dikosongkan. Masyarakat dari ketiga dusun tersebut akhirnya pindah ke Desa Sumber, desa yang terletak di bawah Desa Keningar.
Keningar memang cukup dekat dengan Gunung Merapi. Jarak Desa dari Puncak gunung bila di tarik garis lurus hanya 5,2 Kilo Meter. Maka tidak heran jika setiap Gunung Merapi meletus menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat desa. Perubahan mendadak tersebut menjadi faktor kerentanan yang bersifat ancaman atau bahkan bencana bagi masyarakat.
Aktivitas Gunung Merapi memang tidak selamanya berdampak negatif, namun tetap harus diwaspadai. Ancaman tersebut akan menjadi bencana jika masyarakat tidak mampu menghadapinya. Bencana tidak harus berarti hilangnya nyawa seorang manusia, namun juga hilangnya asset seperti rumah, hewan, tanaman, hasil panen, kesempatan mengembangkan hidup, dll.
***
Letusan Gunung Merapi pada Oktober – Nopember 2010 bisa menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Desa Keningar tentang arti ancaman dan bencana. Dua rumah roboh dan belasan lainya rusak. Satu ekor sapi mati pada saat letusan, selang beberapa minggu kemudian tiga ekor lagi meninggal akibat penyakit yang disebabkan kurang terurus pada saat di tinggal mengungsi. Kandang sapi komunal juga roboh dan rusak berat. Belum lagi kerugian akibat rusaknya 17 Ha lahan pertanian. Puluhan ton Tomat dan Cabe gagal di panen masyarakat.
Dampak letusan tidak berhenti sampai di situ. Masyarakat yang pulang dari pengungsian harus berjuang dari awal untuk mempertahankan kehidupanya. Sarana air bersih rusak, sehingga tidak ada suplly air bersih ke desa. Irigasi juga tidak mengalir, sehingga lahan pertanian tidak dapat segera di olah kembali. Semua itu merupakan potret kerentanan yang pada akhirnya menjadi bencana karena masyarakat kurang mampu untuk menghadapinya.
Pertanyaan besar yang harus segera di jawab oleh semua pihak adalah, apakah kita harus membiarkan masyarakat berulang kali memulai siklus kehidupanya dari awal? Beberapa alternatif sebenarnya sudah dilakukan. Pulang dari pengungsian masyarakat secara kerja bakti membersihkan lingkunganya dan memperbaiki pipa air bersih yang rusak. Bantuan dari berbagai pihak juga terus mengalir, mulai dari sembako, peralatan mandi, pakaian pantas pakai maupun sarana prasarana air bersih. Beberapa program kemudian juga masuk ke Desa Keningar, mulai program pipanisasi, pertanian, padat karya sampai pemberian jatah hidup dan penyaluran uang tunai ke setiap kepala keluarga.
Akan tetapi, semua alternatif yang dilakukan seakan belum mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan besar dalam rangka menjamin kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat Desa Keningar. Jika aktivitas Gunung Merapi terjadi kembali, tidak akda yang bisa menjamin pipanisasi air bersih akan terus mengalir. Tidak ada yang bisa memastikan lahan pertanian akan dapat bertahan dari kerusakan.
***
Masyarakat Desa Keningar sebenarnya mempunyai sumber daya yang melimpah. 570 orang penduduk yang tergabung dalam 180 Kepala Keluarga merupakan modal terpenting bagi penghidupan. Jumlah penduduk produktif desa sebanyak 308 orang dengan keterampilan dan keahlianya masing-masing adalah potensi yang bisa dikembangkan. Pengembangan pengetahuan, keterampilan dan akses bisa dilakukan agar mereka bisa bekerja secara optimal sesuai dengan fungsi dan peranya masing-masing.
Wilayah desa seluas 550 Ha menyimpan potensi alam yang bisa dimanfaatkan untuk menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat. Air, tanah, pepohonan, dan hutan sudah disediakan oleh alam. Kita tinggal berupaya untuk memanfaatkan dan melestarikanya agar tetap bisa di pergunakan oleh generasi mendatang.
Kekerabatan dan persaudaraan yang ada dalam masyarakat Desa Keningar juga merupakan kekuatan besar yang tidak ternilai harganya. Gotong royong dan sikap saling membantu masih terasa sangat kental di desa ini. Organisasi sosial seperti arisan dan kelompok pengajian juga tumbuh dengan subur sehingga semakin mempererat hubungan masyarakat desa.
Perputaran uang di Desa Keningar cukup besar. Pendapatan masyarakat dari sektor pertanian saja bisa mencapai 3 sampai 5 juta setiap musim panen. Belum lagi pendapatan dari penambangan batu dan pasir yang bisa mencapai 1,5 juta per bulan. Lembaga keuangan juga mulai di kembangkan, mulai dari arisan RT, simpan pinjam di kelompok sampai lembaga keuangan desa yang berbentuk Unit Simpan Pinjam (USP) Desa Keningar.
Pengembangan Infrastruktur desa juga terus dilakukan. Ada 3 akses jalan menuju Desa Keningar, yaitu jalan aspal dari arah Desa Sumber, jalan rabat dari arah Dusun Tutup dan jalan makadam dari arah Desa Ngargomulyo. Keberadaan jalan ini sudah cukup membantu mempermudah akses masyarakat keluar desa, meskipun saat ini dalam keadaan yang rusak. Sarana transportasi, komunikasi dan bangunan lainya juga sudah banyak tersedia di desa ini.
Memang banyak faktor pendukung yang dibutuhkan agar kehidupan masyarakat dapat berjalan secara optimal. Berbagai sumber daya yang ada sangat di perlukan agar mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup yang beraneka ragam dan seakan tidak terbatas. Paling tidak masyarakat mampu mempertahankan hidup dan mencukupi kebutuhan dasarnya.
Memang, tidak semua kebutuhan harus bisa terpenuhi. Karena menurut Maslow kebutuhan manusia ada lima tingkatan. Tingkatan paling dasar adalah kebutuhan Faali atau Fisiologis, yang meliputi kebutuhan Pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan kebutuhan biologis. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus bisa di penuhi agar seorang manusia bisa hidup secara normal.
Tingkat kebutuhan kedua, adalah kebutuhan akan rasa aman. Setelah kebutuhan fisik, rasa aman merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Manusia tidak akan bisa hidup wajar jika merasa terancam, meskipun kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi.
Kebutuhan untuk bisa diterima oleh lingkungan dan masyarakat sekitarnya merupakan kebutuhan tingkat ketiga. Hal ini karena kita hidup dalam lingkungan masyarakat. Maka dari itu, untuk bisa bersosialisasi dengan baik dalam masyarakat, kita harus bisa diterima dengan baik pula.
Setelah ketiga tingkatan kebutuhan tersebut bisa dipenuhi seseorang, kebutuhanya juga akan terus berkembang menjadi kebutuhan untuk dihormati dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ukuran masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut memang masih relatif, namun dalam masyarakat pencapaian tingkatan sebenarnya bisa terlihat.
Di desa keningar contohnya, ada satu keluarga yang terdiri dari seorang nenek usia 80-an, seorang janda dan tiga orang anaknya. Setiap hari mereka harus berjuang keras untuk sekedar bisa memenuhi kebutuhan yang paling dasar, yaitu kebutuhan untuk bisa makan.
Keluarga tersebut sebenarnya bukanlah orang-orang pemalas, mereka semua pekerja keras. Sang nenek mengasuh cucu balitanya di rumah karena Bi Tiyem harus bekerja membawa “Enthon” (batu kali berbentuk balok) dari sungai ke pinggir jalan. Anak tertua yang berumur 20-an tahun menjadi buruh tani di lahan milik orang lain, sedangkan adiknya yang masih berumur belasan tahun biasanya membantu pekerjaan yang ada di lingkunganya, seperti mengaduk semen atau membersihkan pekarangan tetangga. Namun, pendapatan yang mereka peroleh memang hanya cukup untuk makan.
Keluarga ini masih berkutat untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat pertamanya. Sang ibu tidak merasa takut meskipun sewaktu-waktu banjir bisa datang ketika dia sedang berada di tengah sungai. Kedua anaknya juga tidak merasa malu ketika harus meminta pekerjaan kepada tetangganya untuk sekedar dapat menumpang makan.
Terkait dengan kerentanan, keluarga ini termasuk kelompok yang akan sulit bertahan ketika terjadi bencana. Pada saat mengungsi misalnya, Bu Tiyem mengaku tidak membawa uang sepeserpun. Padahal pada hari pertama di pengungsian suplly makanan belum ada, sehingga anaknya yang balita beberapa kali menangis nmeminta makanan maupun jajan.
Berbeda halnya dengan keluarga Pak Prato, keluarga yang terdiri dari suami istri dan dua orang anak perempuan ini sudah tergolong cukup mapan. Rumahnya sudah permanen, dan lahan pertanianya cukup luas. Sehari-hari Prato aktif di kegiatan-kegiatan desa. Meskipun tidak masuk sebagai perangkat desa, dia selalu terlibat dalam kepanitiaan program pembangunan desa, bahkan tidak jarang sebagai ketua panitia.
Menurut tingkatan kebutuhan, secara fisiologis kebutuhan Prato sudah dapat terpenuhi. Demikian pula kebutuhan rasa aman, dan sudah dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya. Prato kemudian berusaha memenuhi kebutuhan akan penghargaan atau penghormatan diri dalam masyarakat, khususnya Desa Keningar.
Dilihat dari sudut pandang akses, keluarga Prato jelas memiliki akses yang lebih luas baik terhadap asset maupun kebijakan. Dia bisa mengakses dan mengontrol penggunaan lahan pertanian miliknya yang cukup luas dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Dia juga mempunyai akses yang terbuka lebar terhadap kebijakan desa, sehingga bisa mendapatkan kesempatan yang lebih jika dibandingkan dengan orang lain, apalagi bila dibandingkan dengan keluarga Bu Tiyem.
Kondisi berbeda dialami keluarga Pak Kuwat. Keluarga ini selain memiliki asset yang banyak, juga termasuk keluarga terpandang di Desa Keningar. Orang tua Kuwat adalah seorang pensiunan pegawai, sedangkan mertuanya mantan Kepala Desa. Dengan kondisi tersebut, hampir semua tingkatan kebutuhan, dari kebutuhan Faali sampai penghormatan diri sudah dimilikinya.
Sehari-hari Kuwat hanya berusaha mencari dan mengembangkan hobinya. Kesukaanya memantau banjir di Sungai Senowo, baik melalui pesawat radio komunitas maupun turun langsung ke pinggir sungai. Selain itu, dia juga menyukai tanaman sehingga lahan di dekat pekaranganya yang luas di tanami bermacam-macam tanaman, mulai dari sayuran, buah-buahan, sampai berbagai tanaman obat. “Buat uji coba saja”, begitu ujarnya ringan. Dia juga jarang sekali terlibat aktif dalam kegiatan desa. “Adik saya sekarang sudah menjadi Kepala Desa, jadi saya tidak enak sama masyarakat kalau terlalu aktif. Tetapi saya pasti mendukung semua program dari belakang”, kata Pak Kuwat.
***
BuTiyem, Pak Prato dan Pak Kuwat dengan kondisi keluarganya masing-masing merupakan contoh konkret tingkatan kehidupan masyarakat di Desa Keningar. Ketiganya ada dalam realitas kehidupan, dengan peran dan fungsi yang berbeda. Memang, tidak semua keluarga bisa di golong-golongkan seperti mereka, namun ketiganya harus ada agar roda kehidupan bisa berjalan dengan normal.
Namun, ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian. Ada beberapa perlakuan berbeda yang seharusnya mereka dapatkan, terutama dalam kondisi perubahan ekstrim kehidupan, seperti pada saat terjadi letusan Gunung Merapi.
Pengalaman Pak Kuwat pada saat bencana kemarin, hampir setiap hari dia pulang ke desa untuk memantau kondisi gunung. Sementara keluarganya mengungsi di salah satu rumah kerabatnya yang kosong di daerah Muntilan. Keluarga Kuwat dalam kondisi aman, baik secara fisik maupun ketahanan pangan dan kebutuhan lainya karena keluarganya mempunyai tabungan yang cukup. Maka dari itu, dia dengan leluasa bisa pulang pergi ke desanya untuk menjaga asset-asset sekaligus mengekspresikan kegemaranya, melihat dan mengamati hal-hal ekstrim.
Sementara itu, Pak Prato dan keluarganya berada di barak pengungsian. Mereka aman di pengungsian, karena selain mendapat supply makan juga masih bisa membeli jajan dan kebutuhan lainya. Pak Prato sendiri aktif mencari bantuan kesana kemari agar kebutuhan pengungsi di barak yang dikelola secara mandiri tersebut dapat terpenuhi. Selain itu, Prato juga tetap berupaya agar dirinya di pandang berjasa oleh pengungsi lain.
Kondisi berbeda dirasakan Bu Tiyem dan keluarganya meskipun berada di barak yang sama. Dia sibuk mengurusi anak balitanya yang masih berumur 4 tahun. Anaknya sering merengek minta jajan, sedangkan dia tidak mempunyai cukup uang. Suatu saat dia pernah meminta sebungkus Mi Instant pada panitia barak, namun tidak diberi dengan alasan belum waktunya dibagikan. “Nanti pengungsi lain ikut-ikutan meminta”, begitu jawab panitia waktu itu.
Keadilan memang harus diterapkan, namun terkadang kita kurang memahami bahwa adil tidak selalu berarti sama rata. Ada orang-orang tertentu yang seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih baik, karena kondisinya memang lebih berat jika dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya.
Kondisi yang cukup memprihatinkan tetap dialami Bu Tiyem dan keluarganya sampai mereka pulang dari pengungsian. Sesampainya di rumah, dia tetap harus berfikir keras dan mencari berbagai alternatif yang memungkinkan agar dia dan keluarganya bisa tetap bertahan hidup. Namun, Tiyem tetap menghargai dan menghormati Pak Prato yang sibuk dengan berbagai kegiatan di desa. Dia juga sangat menghormati Pak Kuwat, yang setiap hari larut dalam pengamatan dan uji cobanya. Meskipun, mungkin orang lain jarang sekali memandang apalagi menghormati dan memikirkan dirinya.
***
Letusan Gunung Merapi tahun 2010 lalu memang membawa perubahan signifikan pada kehidupan masyarakat Desa Keningar. Sebelum terjadinya letusan, Keningar merupakan salah satu desa penghasil pasir yang cukup besar. Setiap hari ratusan Truk mengangkut pasir dari desa ini. Sebagian besar masyarakat juga terlibat dalam penambangan, dengan pendapatan yang cukup besar.
Setelah bencana terjadi, banjir telah membawa pasir jauh ke daerah bawah, bahkan sampai menimbun desa-desa di sekitar jalan lintas Jogja-Semarang. Akibatnya, saat ini sudah tidak ada lagi penambangan pasir di Keningar, yang ada tinggal penambangan batu di sungai yang dilakukan beberapa orang.
Hal ini juga berpengaruh terhadap aktifitas masyarakat Keningar. Orang-orang yang dulu aktif menambang pasir sekarang kembali terjun ke sawah dan ladang. Mereka kembali bertani untuk dapat mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.
Akan tetapi, dampak yang timbul akibat penambangan belum pulih seperti sedia kala. Lebih dari 20 Ha lahan di bagian atas Desa Keningar masih menganga bagaikan gurun pasir yang tandus dan gersang. Kondisi tersebut sebenarnya menjadi bukti akan kerakusan tingkah manusia yang berusaha mengeksploitasi alam untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa berfikir melestarikan dan mewariskanya pada generasi mendatang.
Kehidupan akan terus berjalan, dan saat ini masyarakat Keningar semakin terhimpit kebutuhan karena manusia yang semakin bertambah sementara lahan yang bisa digarap semakin menyempit. Lahan produktif mereka sudah sangat berkurang akibat penambangan, sedangkan masyarakat ternyata tidak selamanya dapat memperoleh keuntungan dari penambangan.
Lambat laun penduduk desa semakin bertambah sedangkan lahan pertanian terbatas. Banjir dan letusan Gunung Merapi masih menjadi ancaman yang bisa datang sewaktu-waktu. Jika tidak diwaspadai, kerentanan dan ancaman tersebut suatu saat bisa berubah menjadi bencana. Lalu pertanyaan besar akan kembali terulang. Masyarakat harus kembali memulai siklus kehidupanya dari awal, terutama golongan masyarakat seperti Bu Tiyem dan keluarganya…

4, Pernahkah Anda antusias membuka buku pelajaran sekolah? Atau pernahkah Anda melihat sekumpulan anak-anak yang sangat antusias membuka buku-buku pelajaran sekolah? Saya pernah dan foto diatas ini adalah gambaran keseharian anak-anak di Dusun Kajor, yang sangat antusias membuka buku-buku pelajaran sekolah setiap harinya, sejak Rumah Baca Salam Beta resmi dibuka pada tanggal 8 Januari 2011. Sebelum saya menceritakan tentang anak-anak ini, saya ingin memperkenalkan sedikit tentang Dusun kajor tempat mereka tinggal.
Dusun Kajor RT 01 Desa Jrakah yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali ini terletak 4 km dari Puncak Merapi. Ketinggiannya ini yang membuat suhu udara di sini cukup dingin (dan mampu membuat saya masuk angin kalau tidur tidak menggunakan sleeping bag, hehe –red). Daerah ini memiliki pemandangan yang indah, kita bisa secara jelas melihat Gunung Merapi maupun Gunung Merbabu dari sini. Dusun ini agak sulit diakses karena letaknya yang sangat jauh dari Jalan Raya Jogja-Magelang ataupun dari Kota Klaten. Tapi tidak rugi juga jauh-jauh datang kesini, karena sepanjang perjalanan view yang ditawarkan tidak kalah indahnya.
Warga Dusun Kajor termasuk korban bencana erupsi Merapi pada akhir tahun 2010. Letaknya yang diapit oleh 2 sungai, juga menyebabkan dusunnya terancam aliran lahar dingin Merapi. Satu jembatan untuk akses ekonomi, yang menghubungkan pemukiman warga dengan ladangnya yang membutuhkan waktu tempuh ± 2 jam, telah hancur diterjang lahar dingin. Satu jembatan lagi yang menjadi akses warga menuju jalan raya dan akses edukasi juga sudah nyaris putus diterjang lahar dingin. Pipa-pipa penyalur air bersih juga sudah banyak yang rusak akibat lahar dingin ini.
Penduduk di Dusun Kajor hanya 134 jiwa yang terdiri dari 30 KK. Warga di dusun ini ramah-ramah namun agak sedikit pemalu bila berhadapan dengan saya dan teman-teman. Anak-anaknya memiliki antusiasme tinggi terhadap pelajaran, namun sayangnya pendidikan tertinggi di dusun ini rata-rata hanya SMP. Dari data yang saya dapat, tidak semua anak di dusun ini bersekolah, rata-rata sehabis lulus SD pun banyak yang tidak melanjutkan ke SMP karena terkendala biaya. Dari seluruh warga hanya ada seorang siswi yang sedang mengenyam pendidikan di bangku SMA. Untuk melanjutkan SMP saja sudah susah, apalagi melanjutkan ke tingkat SMA yang jaraknya cukup jauh dari desa dan ketiadaan sarana kendaraan umum.

Dokumentasi Salam Beta
Saya pertama kali mengenal dusun ini dari teman-teman Komunitas Salam Beta yang mengadakan kegiatan trauma healing saat bencana erupsi Merapi. Komunitas Salam Beta yang merupakan kumpulan relawan Merapi dari Jogja dan Jakarta berinisiatif untuk mendirikan rumah baca di dusun tersebut. Sementara rumah baca ini ditempatkan di rumah Pak RT, dengan pengelola dari penduduk setempat, yaitu Bro Susanto (anak Pak RT) dan Anto. Saya dan teman-teman Salam Beta masih belum bisa intens menjalankan program-program di dusun ini, karena terkendala jarak dan biaya. Namun justru inilah yang membuat saya terharu. Selama kami belum bisa intens mengisi kegiatan, Bro dan Anto secara mandiri mengisi kegiatan belajar di rumah baca. Mereka berdua tidak mengajari anak-anak yang lebih kecil, namun mendampingi dan memfasilitasi mereka untuk belajar. Setiap siang menuju sore hari, Bro dan Anto mengordinir anak-anak agar berkumpul di rumah baca untuk belajar, mereka sangat antusias sekali membaca buku-buku pelajaran dan mengerjakan soal-soal, atau hanya sekedar membaca cerita dari buku Bahasa Indonesia.
Sesaat saya merasa tertampar, saya yang kebetulan lebih mudah mendapatkan fasilitas buku pelajaran dari SD-SMA saja tidak pernah membuka buku pelajaran (terkecuali kalau akan ada ulangan, hehe). Sedangkan disini anak-anak berebutan dengan antusias mengambil buku pelajaran untuk dibaca. Saya merasa malu sekali. Padahal buku-buku di rumah baca ini tidak hanya buku pelajaran, banyak buku pengetahuan umum, majalah anak, novel, bahkan komik sekalipun, tapi mereka tidak menyentuhnya sama sekali. Mungkin mereka belum mengenal asyiknya membaca komik dan novel. Jujur saya iri dengan antusiasme mereka terhadap buku pelajaran, padahal mereka berada pada kondisi yang serba terbatas dan belum tentu mereka dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Saya pikir jika semua anak Indonesia seperti mereka, pasti Indonesia akan jadi negara yang sangat berkembang.

Rumah Baca Salam Beta
Saat terakhir saya datang ke rumah baca ini, sekitar seminggu yang lalu, anak-anak sedang berkumpul karena ada perlombaan. Jadi, Bro dan Anto berinisiatif untuk mengadakan lomba membaca puisi dan kaligrafi untuk anak-anak ini. Sesaat sebelum lomba saya melihat anak-anak sibuk berlatih dan membuka-buka buku Bahasa Indonesia. Padahal kalau Anda tahu, hadiah perlombaan ini hanyalah dua buah buku tulis, tidak lebih. Sungguh tersentuh hati saya melihat antusiasme belajar anak-anak Dusun Kajor. Sayangnya fasilitas dan sarana yang ada belum mendukung antusiasme mereka. Untuk menyalurkan semangat mereka, teman-teman Komunitas Salam Beta masih mencari tenaga pengajar yang bersedia mengisi kegiatan belajar anak-anak ini.

Perlomabaan Baca Puisi
Sayangnya lagi budaya di dusun ini tidak begitu mendukung aktifitas pendidikan anak-anak. Ketika anak-anak ini sudah lulus SD atau SMP mereka berkewajiban membantu orang tua mereka di ladang, yang berarti sekolah bukanlah hal penting bagi warga disana, ditambah lagi ketiadaan dana dan sarana yang tidak memadai. Perempuan usia siswi SMA sudah banyak yang menikah dan punya anak, kesehariannya pun sudah disibukkan dengan berladang. Pola pikir dan kebiasaan warga seperti ini lah yang menjadi tantangan besar bagi kami untuk memotivasi anak-anak disini untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Bahkan pernah suatu hari ketika saya sedang merapikan pendataan buku di rumah baca, seorang anak bercerita dengan santainya, bahwa jika jembatan yang menghubungkan dusun mereka dengan sekolah putus, ya mereka juga ikut putus sekolah. Tidak tampak sedikitpun kesedihan dan kekecewaan di wajah anak tersebut. Saya mulai menyadari, bahwa ternyata pendidikan belum memegang peranan penting di dusun ini.
Namun sekali lagi, saya sangat salut dengan antusiasme anak-anak Kajor dengan segala keterbatasan mereka. Komunitas Salam Beta sekarang sedang mengumpulkan dana untuk membangun banguan permanen untuk rumah baca ini, semua demi terciptanya sarana yang memadai bagi anak-anak ini. Bila kemungkinan teman-teman yang membaca tulisan saya ini ingin turut membantu baik menjadi tenaga pengajar atau menyumbang dana bisa langsung menghubungi contact person dari Komunitas Salam Beta, atau menyumbang do’a pun saya sudah sangat bersyukur. Setidaknya saya, Anda, kami, kalian bisa berbagi sedikit ilmu yang kita punya, atau hanya sekedar berbagi cerita dan bermain bersama mereka. Kenalilah lagi setiap sisi negeri ini, masih banyak sisinya yang menarik untuk kita cermati dan pelajari. Bahwa masih ada anak-anak di lereng Merapi yang memiliki semangat belajar tinggi, namun tak tahu akan dibawa kemana masa depan pendidikannya. Mungkin juga mereka tak mengenal yang namanya cita-cita. Mungkin dokter, pengacara, pengusaha hanyalah profesi yang ada di buku cerita, bukan ada di kehidupan nyata mereka. Mari sedikit saja kita luangkan waktu untuk berbagi dan merasakan semangat anak-anak dari lereng Merapi. Sesuai dengan moto Salam Beta, “Dengan Membaca, Perbanyak Saudara”. :)

Anak-anak Kajor dan Komunitas Salam Beta
Depok, 9 April 2011